Apa itu bisnis syariah/
islami? Apa bedanya dengan bisnis pada umumnya?. Mungkin itu adalah pertanyaan
yang akan muncul ketika kita membicarakan tentang bisnis islami atau bisnis
syariah. Pertanyaan-pertanyaan seputar bisnis syariah memang wajar adanya,
mengingat saat ini yang menjadi mainstream dalam bisnis adalah cara
konvensional (biasanya identik dengan bunga bank). Meski saat ini kita patut
bersyukur bahwa bisnis syariah mulai mendapat tempat di hati masyarakat.
Pengertian Bisnis Syariah
Bisnis adalah suatu
aktifitas individu atau kelompok/organisasi untuk memproduksi dan memasarkan
barang atau jasa kepada konsumen dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atau
profit. Sehingga bisnis islami adalah bisnis yang sesuai syariah islam, Karena
bisnis adalah sekumpulan aktifitas/perbuatan manusia dimana perbuatan tersebut
wajib terikat dengan syariah islam.
Mengapa Harus Bisnis
Syariah?
Setidaknya ada 4 butir
pegangan kita sebagai seorang muslim ketika hendak memulai membangun bisnis :
- Jika seorang muslim hendak memulai bisnis, bahkan luas lagi, yaitu akan memulai kehidupannya, seharusnya dilandasi dengan sebuah keyakinan (keimanan) bahwa semua perbuatan di dunia ini akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT di akhirat kelak.
- Jika kita ingin pertanggungjawabannya sukses, maka rahasianya hanya satu, yaitu seluruh perbuatan didunia harus terikat dengan syariat Islam.
- Bisnis merupakan bagian dari perbuatan manusia. Maka, jika kita ingin bisnis kita sukses di dunia dan akhirat, kuncinya juga hanya satu : bisnis kita harus sesuai syariat islam.
- Pertanggungjawaban kepada AllahSWT yang berkaitan dengan bisnis ada dua pilar, yaitu bagaimana cara kita memperoleh harta dan bagaimana cara kita menggunakan harta.
Perkembangan Bisnis Syariah
Perkembangan bisnis syariah
harus diakui mengalami perkembangan yang pesat, bisnis dengan menggunakan label
syariah ini menjadi trend yang cukup menggoda. Banyak ragam bisnis yang
saat ini diberi label syariah. Perbankan syariah mungkin dapat kita sebut
sebagai pionirnya, disusul kemudian industri yang bergerak di sektor jasa
keuangan lainnya, ada koperasi jasa keuangan syariah (KJKS), asuransi syariah,
pegadaian syariah, obligasi syariah dan sebagainya.
Jika perkembangan bisnis
syariah ini tumbuh berawal dari sektor keuangan, tentu sangat mudah utuk
dipahami, mengapa? Sebab, bisnis disektor keuangan merupakan bisnis yang basis
penggeraknya adalah bunga. Ketika kemudian ada fatwa yang menjelaskan bahwa
bunga bank adalah riba, maka tentu saja bisnis disektor ini mengalami guncangan
(meski banyak juga yang masih merasa nyaman). Maka upaya-upaya untuk
mensyariahkan bisnis di sektor ini terus menerus dilakukan.
Lalu bagaimana bisnis di
sektor riil?, Seakan tidak mau kalah, bisnis syariah disektor riil tidak mau
ketingggalan. Maka muncul bisnis perhotelan syariah, rumah makan syariah,
minimarket syariah, property syariah, televisi syariah, radio syariah, sekolah
syariah, travel syariah, dan masih banyak lagi.
Perkembangan bisnis syariah
di sektor riil ini selain menarik perhatian, ternyata juga memunculkan tanda
tanya besar. Karena jika pensyariahan bisnis sektor keuangan yang menjadi
sasaran tembaknya adalah menghilangkan bunga. Lantas di sektor riil, apanya yang
mau di syariahkan?. Ini tentu menimbulkan pertanyaan di kalangan pelaku bisnis.
Pensyariahan disektor ini apakah suatu keharusan ataukah hanya sekadar
latah-latahan? Sekadar untuk menarik simpati pasar dan merebut pasar? Ataukah
memang wajib hukumnya?
Label Syariah
Saat ini keinginan
masyarakat untuk bersyariah semakin tinggi. Namun semangat yang tinggi belum
dibarengi dengan pengetahuan yang memadai tentang syariah itu sendiri. Ibarat
nafsu besar tapi tenaga kurang. Akiibatnya jika kita cermati perjalanan bisnis
syariah yang ada, memang telah Nampak terjadi kesimpangsiuran pemahaman di
tengah masyarakat, maupun dari kalangan pelaku bisnis syariah itu sendiri.
Akibatnya, masyarakat memandang bahwa seakan-akan jika ada sebuah bisnis yang
sudah diberi label syariah berarti perusahaan tersebut adalah perusahaan
syariah
Pemberian label syariahnya
pun dengan kategori yang sangat sederhana, misalnya hanya dilihat pada jenis
produknya atau hanya penggunaan istilahnya saja, yaitu hanya sekadar mengambil
istilah-istilah, merek-merek, judul-judul, yang berbau arab saja. Jika istilah
produknya sudah berbau arab atau produknya adalah produk yang sama dengan
produk jaman Nabi, maka bisnis produk tersebut langsung dapat diklaim sebagai
bisnis syariah. Termasuk jika nama perusahaannya sudah berbau arab, maka sudah
dianggap sebagai perusahaan syariah.
Misal, ada perusahaan yang
menghasilkan produk-produk thibun-nabawi (obat-obatan ala Nabi), seperti produk
herbal habbatusauda, madu, alat bekam,dll maka perusahaan tersebut sudah dapat
diklaim sebagai perusahaan syariah. Contoh yang lain adalah perusahaan yang
menyediakan produk jasa keuangan yang tidakmenggunakan bunga(riba), kemudian
diganti dengan akad-akad yang menggunakan istilah arab misalnya akad murobahah,
musyarokah mutanaqishoh, ijaroh, dll, maka sudah dapat langsung diklaim sebagai
perusahaan syariah, apakah memang demikian?
Klaim tersebut memang tidak
salah, namun klaim tersebut tampaknya terlalu tergesa-gesa. Misalnya perusahaan
yang memproduksi thibunnabawi, ternyata sistem penjualannya menggunakan pola
MLM yang berasal dari MLM konvensional yang sistem akad dan transaksinya
menyalahi ketentuan syariah karena didalamnya terdapat akad ganda (dua akad
dalam satu transaksi) yang telah dilarang oleh syariah.
Demikian juga dengan
perusahaan jasa keuangan, walaupun menyediakan pembiayaan tanpa bunga, namun
pada prakteknya masih menerapkan pembiayaan yang mirip bunga, namun diberi akad
“mudharabah” atau “musyarokah” dsb.Akadnya memang menggunakan akad bagi hasil,
tetapi pada prakteknya ternyata bagi hasil yang harus dibayarkan besarnya
bersifat tetap, yang dihitung berdasarkan prosentase dari pokok modal yang
telah diberikan (dipinjamkan)
Lalu, Bagaimana Bisnis
Syariah Yang sebenarnya?
Sebagaimana dikatakan
diawal, bahwa bisnis adalah bagian dari aktifitas manusia yang akan dimintai
pertanggungjawabannya oleh Allah SWT. Maka Seluruh aktifitas dalam bisnis harus
terikat dengan AturanNya. Setidaknya ada 3 hal pokok dalam anatomi bisnis
syariah yang harus diketahui oleh para pebisnis:
- Produk (barang dan Jasa) harus halal
- Hukum-hukum akhlak pebisnis
- Hukum-hukum transaksi (muamalah) yang meliputi :
·
Konsepsi Aqad
·
Hukum jual beli (Al
Bay’)
·
Hukum Kerja (Ijaroh)
·
Hukum Kerjasama
(Syirkah)
·
Hukum Rahn ( Gadai)
·
Hukum Qordh ( Utang )
·
Hukum Dhoman
(Jaminan)
·
Hukum Hawalah
(Pengalihan)
·
Hukum Wakalah
(Perwakilan)
·
Hukum Riba
Jadi, bisa disimpulkan bahwa
bisnis syariah tidak hanya produknya yang berbau syariah (nama-nama arab) atau
berlabel syariah saja, tetapi lebih dari itu semua transaksi yang dilakukan
didalamnya harus sesuai dengan syariah.