Pages

Somasi Dalam Bisnis


Dalam berbisnis, sering kali kita menemui beberapa kejadian dimana salah satu pihak melakukan wanprestasi, atau suatu perbuatan melawan hukum sehingga merugikan pihak lainnya. Dalam kondisi ini biasanya, hal pertama yang dilakukan oleh pihak yang dirugikan adalah dengan mengirimkan surat somasi.  Sering kali bentuk somasi ini kita jumpai di surat kabar, dimana terdapat sebuah merek yang digunakan oleh pihak lain sehingga menyebabkan kerugian di pihak pemilik merek. Dalam somasinya, biasanya pihak pemilik merek memperingati pihak lain tersebut untuk menghentikan penggunaan merek tersebut dalam jangka waktu tertentu.

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan somasi tersebut? jika dilihat dari Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPdt), tidak dikenal istilah somasi ini. Somasi ini dikenal dalam doktrin dan yurisprudensi yang dapat diartikan sebagai suatu perintah, atau peringatan (teguran). Dilihat dari segi regulasi, somasi ini diatur dalam pasal 1238 KUHPdt yang berisikan :

Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yg ditentukan.”

Selain pasal 1238 KUHPdt, somasi juga terkait dengan pasal 1243 KUHPdt yang menyatakan bahwa  :
“Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.” 

Dalam bahasa sederhananya, tuntutan atas wanprestasi suatu perjanjian hanya dapat dilakukan apabila si berutang telah diberikan peringatan bahwa ia telah melalaikan kewajibannya, namun ia tetap melalaikan kewajibannya. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa surat somasi diperlukan sebagai bukti bahwa si berutang telah diperingati untuk memenuhi kewajibannya, namum tetap lalai dalam melaksanakan kewajibannya.

Somasi ini muncul karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak. Kata Wanprestasi ini berasal dari  bahasa Belanda yang atinya dalah prestasi buruk. Wanprestasi juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi sesuai dengan apa yang telah disepakati dalam perjanjian. Dalam hukum perikatan, terdapat beberapa bentuk dari wanprestasi yaitu :

1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali
Dalam hal ini, debitur sama sekali tidak memenuhi prestasi sama sekali. Sebagai contoh misalkan debitur diwajibkan untuk mengirimkan barang, namun debitur sama sekali tidak mengirimkan barangnya.

2. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya
Dalam hal ini, debitur melakukan prestasinya, tetapi tidak sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Sebagai contoh misalkan dalam debitur diwajibkan mengirim barang pada tanggal 10 Maret 2013, namun barang tersebut baru dikirimkan pada tanggal 15 Maret 2013.

3. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai
Dalam hal ini, debitur melakukan prestasinya tetapi tidak sesuai. Misalkan debitur wajib mengirim barang dengan kualifikasi A, tetapi barang yang dikirim adalah kualifikasi B.
Lalu siapakah yang berhak untuk membuat surat somasi? Apakah hanya advokat saja yang dapat membuat somasi ini? Dalam Hukum Acara Perdata, tidak diatur mengenai siapa yang berwenang untuk menulis surat somasi ini, artinya setiap orang selama ia memiliki kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum dapat membuat surat somasi. Dalam hal perusahaan, maka kewenangan tersebut terdapat pada direksi yang mewakili perusahaan sebagai sebuah badan hukum.

Oleh Paulus Khierawan
Sumber : http://thepresidentpostindonesia.com